Makalah Sosiologi Hukum - Free Download Makalah Gratis
BAB I
PENDAHULUAN
Sejak awal sejarah pembentukan umat manusia dalam konteks interaksi dalam masyarakat persoalan kaidah atau norma merupakan jelmaan yang dibutuhkan dalam upaya mencapai harmonisasi kehidupan. Secara empirik sosiologis kaidah atau norma adalah tuntunan atau kunci dalam mencapai stabilisasi interaksi sehingga pelanggaran akan kaidah atau norma akan dijatuhi bersifat hukuman atau sanksi sosial.
***
Download Makalah Sosiologi Hukum
***
Interaksi kehidupan manusia dalam masyarakat dalam sepanjang perjalanan hidup tidak ada yang berjalan lurus, mulus dan aman-amam saja. Sepanjang kehidupan manusia, yang namanya persengketaan, kejahatan, ketidakadilan, diskriminasi, kesenjangan sosial, konflik SARA dan sebagainya adalah warna-warni dari realitas yang dihadapi. Persoalan-persoalan tersebut semakin berkembang dalam modifikasi lain akibat pengaruh teknologi globalisasi akan semakin canggih setua usia bumi.
Manusia pun menyadari bahwa ketenangan dan ketentraman hidup tidak akan tercapai tanpa kesadaran pada diri untuk berubah, memperbaiki perilaku selain dukungan masyarakat untuk memulihkannya. Secara kodrati, hal essensial ini akan dicapai apabila masyarakat “menyediakan” perangkat kontrol, pengawasan sosial, baik itu berupa peraturan tertulis maupun tidak tertulis, kelembagaan penerap sanksi maupun bentuk-bentuk kesepakatan masyarakat yang menjalankan fungsi tersebut. Secara realitas unsur-unsur pengawasan sosial ini akan mengalami perubahan-perubahan, baik secara evolusi maupun revolusi sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
Apa yang kita sebut sebagai paradigma telah mengalami proses berfikir secara metodologis keilmuan yang akan dibuktikan keterandalannya melewati ruang dan waktu. Sebagai bentuk pegangan dalam menganalisis, paradigma bukan merupakan hasil akhir tetapi sebuah tawaran akademik yang memberikan jalan berfikir pada pengamat untuk mengevaluasi kembali pola pikir yang telah dianut orang banyak. Sejalan dengan hal ini maka yang dihindari adalah penganutan paradigma secara “kultus individu”, yang berpegang pada satu paradigma dan membelanya mati-matian, tanpa berfikir bahwa persoalan hukum adalah persoalan sosial, maka kerap kali yang dihadapi adalah memberikan penjelasan yang mudah dan dapat diterima semua pihak.
Paradigma dalam proses berfikir merupakan sebuah tawaran saja bagi proses pembelajaran suatu kaidah keilmuan, bukan tawaran akhir. Sepanjang perjalanan umat manusia untuk terus berfikir, maka terbuka banyak sekali kemungkinan untuk timbul paradigma-paradigma baru dengan setting social yang berbeda.
Essensi dari paradigma ini adalah penciptaan hukum digunakan untuk menghadapi persoalan hukum yang akan datang atau diperkirakan bakal muncul. Paradigma kedua ini disebut sebagai Paradigma Hukum Antisipasi Masa Depan. Persoalan hukum yang akan datang dihadapi dengan merencanakan atau mempersiapkan secara matang misalnya dari segi perangkat perundang-undangan. Hal ini banyak kita jumpai perundang-undangan yang telah diratifikasi di bidang hukum internasional misalnya peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
1.2 Rumusan Masalah
Pada rumusan masalah yang terjadi, norma –norma hukum yang terdapat dari masing-masing kebudayaan yang saling berhadapan tentunya memiliki fungsi untuk mempertahankan kebudayaan itu sendiri yang nantinya berpengaruh kepada kondisi sosial masyarakat. Pengaruh yang didapatkan dari fungsi yang berhadapan tersebut tidaklah selalu dapat diterima atau dapat dikatakan terdapat suatu penyimpangan yang disebabkan adanya akulturasi budaya. Adakalanya akulturasi memberikan dampak kepada pribadi-pribadi untuk sejauh mana menaati fungsi hukum yang ada. Dari uraian singkat diatas timbulah beberapa permasalahan-permasalahan sebagi berikut:
1. Bagaimana peran hukum bagi suatu kondisi sosial masyarakat ?
2. Bagaimana hubungan perubahan-perubahan sosial dengan hukum ?
1.3 Tujuan Makalah
Adapun tujuan penulisan pada makalah ini ialah :
- Tujuan umum, untuk mengetahui pemahaman tentanghubungan perubahan sosial dengan hukum .
- Tujuan khusus,untuk mengetahui peran hukum didalam kondisi sosial masyarakat.
1.4 Manfaat Makalah
- Manfaat teoritis yaitu pembaca dapat mengetahui bagaimana hubungan perubahan sosial dengan hukum .
- Manfaat praktis yaitu dapat menggambarkan suatu praktek mengenai peranan hukum dalam perubahn-perubahan sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perubahan Terhadap Hukum
Dalam beberapa tahun belakangan ini telah banyak perubahan yang terjadi terhadap dunia hukum di Indonesia. Perubahan itu dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah dorongan reformasidi segala bidang termasuk bidang hukum. Reformasi bidang hukum sendiri ditandai oleh perubahan dalam struktur ketatanegaraan Indonesia yang sedikit banyaknya mengubah wajah sistem hukum Indonesia dan memperluaskan ruang lingkup penegakan hukum baik dalam sektor privat maupun publik. Perluasan tersebut semakin menunjukkan bahwa peranan dan fungsi hukum dalam menwujudkan perubahan sangatlah penting.
Hukum telah menjangkau banyak aspek socialdan ilmu, tidak lagi hanya dibatasi dalam lingkup hukum saja. Ruang publik semakin terbuka dengan munculnya kebebasan mengemukakan pendapat dan hukum mempunyai peranan yang cukup besar disana. Dalam ruang privat juga sama, akuntabilitas dan transparansi harta kekayaan pejabat yang dulu merupakan hal tabu, sekarang menjadi salah satu hal yang dapat dinilai bahkan perlu diketahui oleh publik (masyarakat). Oleh karena itulah, reformasi dalam pembangunan dan penegakan hukum menjadi salah satu agenda penting pemerintah.
Pengaruh peranan hukum tersebut juga perlu diperkenalkan kepada masyarakat. Bahwa semua orang tanpa terkecuali perlu mengetahui tentang fungsi dan peranan hukum. Secara filosofis hukum terlahir karena ada masyarkat, dan hukum berfungsi untuk mengatur kehidupan masyarakat. Sehingga kehidupan masyarakat sangat dibatasi oleh norma dan aturan dalam hukum yang berlaku baik dalam ruang publik maupun privat. Oleh karena itu, penegakan hukum secara benar merupakan hal yang sangat penting.Perluasan ruang lingkup hukum sendiri sebenarnya telah menyebabkan munculnya kompleksitas dalam penegakan hukum.
Hal itu bukan hanya berada dalam tataran penafsiran dan pelaksanaan asas-asas hukum namun juga pada tataran perwujudan hukum formal (bagaimana cara menegakkan hukum material secara benar). Selain itu, kita dihadapkan pada semakin banyaknya jumlah peraturan perundang-undangan yang berlaku ditambah menumpukknya rancangan peraturan perundang-undangan baru yang sedang dibahas baik dalam lembaga eksekutif maupun ruang legislasi. Apakah ini pertanda bahwa arah sistem hokum dan penegakan hukum kita sedang berjalan kearah yang benar ?Tidak ada jawaban yang pasti mengenai hal tersebut. Sebab terlalu sederhana jika jawaban yang muncul hanya ‘ya’ atau ‘tidak’.
Banyak faktor yang mempengaruhi pelaksanaan penegakan hukum yaitu faktor ekonomi, sosial, politik, adat budaya, agama, dan sebagainya. Dalam pelaksanaannya penegakan hukum sendiri dilakukan oleh orang-orang yang berperan didalamnya mulai dari unsur pemerintah, yustisia, dunia usaha hingga masyarakat umum. Hubungan tersebut tidak dapat dilihat secara terpisah. Semua unsur tersebut berhubungan satu dengan yang lain. Namun dalam hal ini sangat penting kiranya apabila kita melihatnya dari sisi penegak hukum, sebab bisa dikatakan bahwa merekalah yang bergelut setiap saat dalam pelaksanaan penegakan hukum kita. Artinya kesan dan pandangan yang terbangun mengenai pelaksanaan penegakan hukum sangat dipengaruhi oleh sikap dan tingkah laku para penegak hukum tersebut.
Proses Perubahan-Perubahan Hukum
Suatu pertentangan antara mereka yang menganggap bahwa hukum harus mengikuti perubahan-perubahan sosial lainnya dan mereka yang berpendapat bahwa hukum merupakan alat untuk merubah masyarakat, telah berlangsung sejak lama dan merupakan masalah yang penting dalam sejarah perkembangan hukum. Kedua faham tersebut bolehlah dikatakan masing-masing diwakili oleh Von Savigny dan Bentham. Bagi Von Savigny yang dengan gigihnya membendung datangnya hukum Romawi, maka hukum tidaklah dibentuk akan tetapi harus diketemukan. Apabila adat istiadat telah berlaku secara mantap, maka barulah pejabat-pejabat hukum mensyahkannya sebagai hukum.
Sebaliknya, Bentham adalah seorang penganut dari faham yang menyatakan bahwa mempergunakan hukum yang telah dikonstruksikan secara rasionil, akan dapat diadakan perubahan-perubahan dalam masyarakat.
Suatu teori yang sejalan dengan pendapat Von Savigny, penah dikembangkanoleh seorang yuris Austria yang bernama Eugen Ehrlich. Ehrlich membedakan antara hukum yang hidup yang didasarkan pada perikelakuan sosial, dengan hukum memaksa yang berasal dari negara. Dia menekankan bahwa hukum yang hidup lebih penting daripada hukum negara yang ruang lingkupnya terbatas pada tugas-tugas negara. Padahal hukum yang hidup mempunyai ruang lingkup yang hampir mengatur semua aspek kehidupan bersama dari masyarakat. Dari penjelasannnya di atas jelas terlihat bahwa Ehrlich pun menganut faham bahwa perubahan-perubahan hukum selalu mengikuti perubahan-perubahan sosial lainnya.
Di dalam suatu proses perubahan hukum, maka pada umumnya dikenal adanya tiga badan yang dapat merubah hukum, yaitu badan-badan pembentuk hukm, badan-badan penegak hukum dan badan-badan pelaksana hukum. Adanya badan-badan pembentuk hukum yang khusus, adanya badan-badan peradilan yang menegakkan hukum serta adanya badan-badan yang menjalankan hukum, merupakan ciri-ciri yang terutama terdapat pada negara-negara modern. Pada masyarakat sederhana mungkin hanya ada satu badan yang melaksanakan ketiga fungsi tersebut. Akan tetapi baik pada masyarakat modern ataupun sederhana, ketiga fungsi tersebut dijalankan dan merupakan saluran-saluran melalui mana hukum mengalami perubahan-perubahan.
2.2 Perubahan-Perubahan Sosial
Proses terjadinya perubahan-perubahan pada masyarakat di dunia pada dewasa ini merupakan suatu gejala yang normal yang pengaruhnya menjalar dengan cepat kebagian-bagian lain dari dunia, antara lain berkat adanya komunikasi modern dengan taraf teknologi yang berkembang dengan pesatnya. Penemuan-penemuan baru di bidang teknologi, terjadi suatu revolusi, modernisasi pendidikan dan lain-lain kejadian yang di suatu tempat dengan cepat dapat diketahui oleh masyarakat-masyarakat lain yang bertempat tinggal jauh dari pusta terjadinya peristiwa tersebut di atas. Perubahan-perubahan dalam masyarakat dapat mengenai nilai-nilai, kaidah-kaidah, pola-pola perilaku, organisasi, struktur lembaga-lembaga sosial, stratifikasi sosial, kekuasaan, interaksi sosial dan lain sebagainya.
Oleh karena luasnya bidang di mana mungkin terjadi perubahan-perubahan tersebut, maka peruabahan-perubahan tadi sebagai proses hanya akan dapat diketemukan oleh seseorang yang sempat meneliti dari kehidupan suatu masyarakat pada suatu waktu tertentu dan kemudian membandingkannya dengan susunan serta kehidupan masyarakat tersebut pada waktu yang lampau. Seseorang yang tidak sempat untuk menelaah susunan dan kehidupan masyarakat desa di Indonesia, misalnya, akan berpendapat bahwa masyarakat desa tersebut tidak maju dan bahkan tidak berubah sama sekali. Pernyataan tersebut di atas biasanya didasarkan atas suatu pandangan sepintas lalu yang kurang teliti serta kurang mendalam, oleh karena tidak ada suatu masyarakatpun yang berhenti pada suatu titik tertentu di dalam perkembangannya sepanjang masa. Sulit untuk menyatakan bahwa masih banyak masyarakat-masyarakat desa di Indonesia yang masih terpencil.
Para sarjana sosiologi pernah mengadakan suatu klasifikasi antara masyarakat yang statis dengan masyarakat yang dinamis. Masyarakat yang statis dimaksudkan sebagai suatu masyarakat dimana terjadinya perubahan-perubahan secara relatif sedikit sekali, sedangkan perubahan-perubahan tadi berjalan dengan lambat. Masyarakat yang dinamis merupakan masyarakat yang mengalami pelbagai perubahan-perubahan yang cepat. Memang, setiap masyarakat pada suatu masa dapat dianggap sebagai masyarakat yang statis, sedangkan pada masa lainnya dianggap sebagai masyarakat yang dinamis. Perubahan-perubahan bukanlah semata-mata berarti suatu kemajuan belaka, akan tetapi dapat pula berarti suatu kemunduran dari masyarakat yang berangkutan yang menyangkut bidang-bidang tertentu.
Sebagai suatu pedoman menurut Selo Soemarjan (1962:379), bahwa kiranya dapatlah dirumuskan bahwa perubahan-perubahan sosial adalah segala perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga sosial di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perikelakuan di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dari perumusan tersebut kiranya menjadi jelas bahwa tekanan diletakkan pada lembaga-lembaga sosial sebagai himpunan kaidah-kaidah dari segala tingkatan yang berkisar pada kebutuhan-kebutuhan pokok manusia, perubahan-perubahan mana kemudian mempengaruhi segi-segi lainnya dari struktur masyarakat.
Proses Perubahan-Perubahan Sosial
Keseimbangan dalam masyarakat dapat merupakan suatu keadaan yang diidam-idamkan oleh setiap warga masyarakat. Dengan keseimbangan di dalam masyarakat dimaksudkan sebagai suatu keadaan di mana lembaga-lembaga kemasyarakatan yang pokok berfungsi dalam masyarakat dan saling mengisi. Di dalam keadaan demikian para warga masyarakat merasa akan adanya suatu ketentraman, oleh karena tak adanya pertentangan pada kaedah-kaedah serta nilai-nilai yang berlaku. Setiap kali terjadi gangguan terhadap keadaan keseimbangan tersebut, maka masyarakat dapat menolaknya atau merubah susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada dengan maksud untuk menerima suatu unsur yang baru. Akan tetapi kadang-kadang suatu masyarakat tidak dapat menolaknya, oleh karena unsur yang baru tersebut dipaksakan masuknya oleh suatu kekuatan. Apabila masuknya unsur baru tersebut tidak menimbulkan kegoncangan, maka pengaruhnya tetap ada, akan tetapi sifatnya dangkal dan hanya terbatas pada bentuk luarnya, kaedah-kaedah dan nilai-nilai dalam masyarakat tidak akan terpengaruhi olehnya.
Adakalanya unsur-unsur baru dan lama yang bertentangan, secara bersamaan mempengaruhi kaedah-kaedah dan nilai-nilai, yang kemudian berpengaruh pula terhadap para warga masyarakat. Hal ini dapat merupakan gangguan yang kontinu terhadap keseimbangan dalam masyarakat. Keadaan tersebut berarti bahwa ketegangan-ketegangan serta kekecewaan-kekecewaan di antara para warga masyarakat tidak mempunyai saluran yang menuju kearah suatu pemecahan. Apabila ketidak seimbangan tadi dapat dipulihkan kembali melalui suatu perubahan, maka keadaan tersebut dinamakan penyesuaian (adjustment); apabila terjadi keadaan yang sebaliknya, maka terjadi suatu ketidak sesuaian (maladjustment).
Suatu perbedaan dapat diadakan antara penyesuaian diri lembaga-lembaga kemasyarakatan, dan penyesuaian diri para warga masyarakat secara individual. Yang pertama menunjuk pada suatu keadaan dimana masyarakat berhasil menyesuaikan lembaga-lembaga kemasyarakatan pada kondisi yang tengah mengalami perubahan-perubahan, sedangkan yang kedua menunjuk pada orang-orang secara individual yang berusaha untuk menyesuaikan dirinya pada lembaga-lembaga kemasyarakatan yang telah diubah atau diganti, agar supaya yang bersangkutan terhindar disorganisasi kejiwaan.
Di dalam proses perubahan-perubahan sosial dikenal pula saluran-salurannya yang merupakan jalan yang dilalui oleh suatu perubahan, yang pada umumnya merupakan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang pokok dalam masyarakat. Lembaga-lembaga kemasyarakatan mana yang merupakan lembaga terpokok, tergantung pada fokus sosial masyarakat dan pemuka-pemukanya pada suatu masa tertentu. Lembaga-lembaga kemasyarakatan yang pada suatu waktu mendapat penilaian tertinggi dari masyarakat, cenderung untuk menjadi sumber atau saluran utama dari perubahan-perubahan sosial.
Perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan tersebut akan membawa akibat pada lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya, oleh karena lembaga-lembaga tersebut merupakan suatu sistem yang terintegrasi yang merupakan suatu konstruksi dengan pola-pola tertentu serta keseimbangan yang tertentu pula. Apabila hubungan antara lembaga-lembaga kemasyarakatan tadi ditinjau dari sudut aktivitasnya, maka kita akan berurusan dengan fungsinya. Sebenarnya fungsi tersebut lebih penting oleh karena hubungan antara unsur-unsur masyarakat dan kebudayaan merupakan suatu hubungan fugsional.
2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Perubahan Social
Apabila ditelaah dengan lebih mendalam perihal yang menjadi sebab terjadinya suatu perubahan dalam masyarakat, maka pada umumnya dapatlah dikatakan bahwa faktor yang dirubah mungkin secara sadar, mungkin pula tidak ~ merupakan faktor yang dianggap sudah tidak memuaskan lagi. Adapun sebabnya masyarakat merasa tidak puas lagi terhadap suatu faktor tertentu adalah mungkin karena ada faktor baru yang lebih memuaskan, sebagai pengganti faktor yang lama. Mungkin juga bahwa perubahan diadakan oleh karena terpaksa diadakan penyesuaian diri terhadap faktor-faktor lain yang telah mengalami perubahan-perubahan terlebih dahulu.
Pada umumnya dapatlah dikatakan bahwa sebab-sebab terjadinya perubahan-perubahan sosial dapat bersumber pada masyarakat-masyarakat itu sendiri, dan ada yang letaknya di luar masyarakat tersebut, yaitu yang datangnya sebagai pengaruh dari masyarakat lain, atau dari alam sekelilingnya. Sebab-sebab yang bersumber dari pada masyarakat itu sendiri adalah antara lain, bertambah atau berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan dan terjadi revolusi. Suatu perubahan sosial dapat pula bersumber pada sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat tersebut misalnya sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam, peperangan, pengaruh kebudayaan masyarakat lain, dan sebagainya.
Di samping faktor-faktor yang menjadi sebab terjadinya perubahan-perubahan sosial tersebut di atas, kiranya perlu juga disinggung faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya proses perubahan sosial, yaitu faktor-faktor yang mendorong serta yang menghambat. Diantara faktor-faktor yang mendorong dapatlah disebutkan kontak dengan kebudayaan lain, sistem pendidikan yang maju, toleransi terhadap pola-pola perikelakuan yang menyimpang, sistem stratifikasi sosial yang terbuka, penduduk yang heterogin, dan ketidakpuasan terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu. Daya pendorong tersebut dapat berkurang karena adanya faktor-faktor yang mengahambat, seperti kurangnya hubungan dengan masyarakat-masyarakat lain, perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat, sikap masyarakat yang tradisionalistis, adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam kuat sekali, rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan, prasangka terhadap hal-hal yang baru atau asing, hambatan-hambatan yang bersifat ideologis, dan mungkin juga adat istiadat.
2.4 Hubungan Antara Perubahan-Perubahan Social Dengan Hukum
Masyarakat pada hakekatnya terdiri dari berbagai lembaga kemasyarakatan yang saling pengaruh-mempengaruhi, dan susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan tadi didasarkan pada suatu pola tertentu. Suatu perubahan sosial biasanya dimulai pada suatu lembaga kemasyarakatan tertentu dan perubahan tersebut akan menjalar ke lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya.
S.F. Kechekyan (1956) menguraikan suatu gambaran yang cukup lengkap tentang fungsi hukum di Soviet Rusia, di satu fihak ia mengakui bahwa hukum dibentuk oleh negara dimana hukum tersebut merupakan ekspressi keinginan-keinginan elit politik dan ekonomi.
Oleh karena itu hukum terikat oleh kondisi-kondisi sistem ekonomi yang berlaku dalam masyarakat, sehingga perubahan-perubahan dalam hukum banyak tergantung pada perkembangan-perkembangan dalam produksi dan hubungan antar kelas dalam masyarakat, akan tetapi di lain pihak dia pun mengakui beberapa peranan hukum yang kreatif, namun sudah barang tentu tidak semua usaha-usaha penggunaan hukum untuk sosial engineering berakhir dengan hasil-hasil yang diingini. Berkenaan dengan di atas Arnold M. Rose berasumsi bahwa efektivitas penggunaan hukum sebagai alat untuk merubah masyarakat masih terbatas.
2.5 Pengaruh Budaya Hukum Terhadap Fungsi Hukum
Melalui penormaan terhadap tingkah laku manusia ini hukum menelusuri hampir semua bidang kehidupan manusia. Campur tangan hukum yang semakin meluas ke dalam bidang kehidupan masyarakat menyebabkan masalah efektifitas penerapan hukum menjadi semakin penting untuk diperhitungkan. Itu artinya, hukum harus bisa menjadi istitusi yang bekerja secara efektif di dalam msyarakat.
Bagi suatu masyarakat yang sedang membangun hukum selalu dikaitkan dengan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik. Fungsi hukum tidak cukup hanya sebagai kontrol sosial, melainkan lebih dari itu. Fungsi hukum yang diharapkan dewasa ini adalah melakukan usaha untuk menggerakkan rakyat agar bertingkah laku sesuai dengan cara-cara baru untuk mencapai suatu tujuan yang dicita-citakan. Kesadaran hukum masyarakat itu, oleh Lawrence M Friedman, terkait erat dengan masalah budaya hukum. Dimaksudkan dengan budaya hukum di sini adalah berupa kategori nilai-nilai, pandangan-pandangan serta sikap-sikapyang mempengaruhi bekerjanya hukum.
Dengan demikian, segala kebijaksanaan pemerintah dapat dirumuskan dengan jelas dan terbuka melalui institusi yang namanya hukum itu. Di sini, hukum menjadi sandaran bagi semua pihak, terutama instansi yang terlibat di dalam proses pembangunan atau pelaksanaan keputusan-keputusan pembangunan. Apa yang diputuskan melalui hukum itu tidak dapat dilaksanakan dengan baik dalam masyarakat, karena tidak sejalan dengan nilai-nilai, sikap-sikap serta pandangan-pandangan yang telah dihayati oleh anggota-anggota masyarakat. Hukum Modern dan budaya hukum ternyata perkembangan struktur sosial Indonesia tidak atau kurang sesuai dengan hukum modern yang dikembangkan oleh elit penguasa. Dengan kata lain, struktur sosial bangsa Indonesia belum seluruhnya diserap oleh hukum modern sebagai basis sosialnya.
Namun demikian, sebaik apapun hukum yang dibuat, tapi pada akhirnya sangat ditentukan oleh budaya hukum masyarakat yang bersangkutan. Berbicara mengenai bagaimana sikap-sikap, pandangan-pandangan serta nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat. Semua komponen budaya hukum itulah yang sangat menentukan berhasil tidaknya kebijaksanaan yang telah dituangkan dalambentuk hukum itu. Saluran komunikasi yang tidak terorganisasi secara baik dan rapi akan berdampak pada kekeliruan informasi mengenai isi peraturan hukum yang ingin disampaikan kepada masyarakat.
Adapun budaya hukum diperinci ke dalam ”nilai-nilai hukum prosedural” dan ”nilai-nilai hukum substantif”. Nilai-nilai hukum prosedural mempersoalkan tentang cara-cara pengaturan masyarakat dan manajemen konflik. Sedangkan, komponen substantif dari budaya hukum itu terdiri dari asumsi-asumsi fundamental mengenai distribusi maupun penggunaan sumber-sumber di dalam masyarakat, terutama mengenai apa yang adil dan tidak menurut masyarakat, dan sebagainya. Budaya hukum merupakan unsur penting untuk memahami perbedaan-perbedaan yang terdapat di antara sistem hukum yang satu dengan yang lain.
Dalam pemahaman yang lebih luas Lawrence M. Friedman memasukan komponen budaya hukum sebagai bagian integral dari suatu sistem hukum. Friedman membedakan unsur sistem itu ke dalam 3 (tiga) macam, yaitu:
(1) struktur;
(2) substansi;
(3) kultur.
Komponen ”struktur” adalah kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum dengan berbagai macam fungsinya dalam mendukung bekerjanya sistem hukum. Komponen ”substansi” adalah luaran dari sistem hukum, termasuk di dalamnya norma-norma yang antara lain berwujud peraturan perundang-undangan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Para ahli filsafat, sejarah, ekonomi dan para sosiologi telah mencoba untuk merumuskan prinsip-prinsip atau hukum-hukum perubahan-perubahan sosial. Banyak yang berpendapat bahwa kecenderungan terjadinya perubahan sosial merupakan gejala wajar yang timbul dari pergaulan hidup manusia. Adapula yang berpendapat bahwa kecenderungan terjadinya perubahan sosial manusia.
Adapula yang berpendapat bahwa perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti misalnya perubahan dalam bentuk unsur-unsur geografis, biologis, ekonomis, atau kebudayaan. Kemudian adapula yang berpendapat bahwa perubahan-perubahan sosial berupa pendidik-non pendidik.
Kita juga mengenal perubahan penduduk. Perubahan itu sendiri merupakan suatu perubahan sosial. Disamping itu perubahan penduduk juga merupakan faktor penyebab timbulnya perubahan sosial dan budaya. Bilamana suatu daerah baru telah dipadati penduduk, maka kadar keramah tamahannya pun akan menurun, kelompok sekunder akan bertambah jumlahnya, struktur kebudayaan akan menjadi lebih rumit, dan masih banyak lagi perubahan yang akan terjadi. Masyarakat yang keadaannya stabil, mungkin akan mampu menolak perubahan, tetapi masyarakat yang jumlah penduduknya meningkat cepat, akan dengan cepat terimbas perubahan walaupun secara cepat atau lambat.
Teori-teori mengenai perubahan-perubahan masyarakat sering mempersoalkan perbedaan antara perubahan-perubahan sosial dengan perubahan kebudayaan. Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagiannya yaitu : kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat, bahkan perubahan-perubahan dalam bentuk serta aturan-aturan organisasi sosial. Perubahan sosial dan kebudayaan mempunyai aspek yang sama yaitu kedua-duanya bersangkut paut dengan suatu penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya.
DAFTAR PUSTAKA
Daniel S. Lev, Hukum Dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan, Cet I, LP3S, Jakarta, 1990.
Lili Rasyidi & Ira Rasyidi, Pengantar Filsafat dan Teori Hukum, Cet. ke VIII, PT Citra Adtya Bakti, Bandung 2001.
Bushar Muhammad, Asas_Asas Hukum Adat, Suatu Pengantar, Cet. ke 4, Pradnya Paramita, Jakarta, 1983.
Fletcher, George P, Basic Concepts of Legal Thougt, Oxford University Press, New York, 1996.
Mieke Komar, at al., Mochtar Kusumaatmadja: Pendidik dan Negarawan, Kumpulan Karya Tulis Menghormati 70 Tahun Prof. DR. Mochtar Kusumaatmadja, SH, LLM, Alumni, Bandung, 1999.
Otje Salman, Teori Hukum, Mengingat Mengumpulkan dan Membuka Kembali, PT Refika Aditama, Bandung, 2004.
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Cet. ke 27, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005.
Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Cet. I, Konstitusi Press, 2005.
Lippman, Walter. Filsafat Publik, Terjemahan dari buku aslinya yang berjudul ” The Publik Philosophy, oleh A. Rahman Zainuddin, Penerbit Yayasan Obor Indonesia, 1999.
https://klikinfonet.blogspot.com/2015/03/kumpulan-contoh-makalah-lengkap.html
Istavita Utama. 2018. Makalah Sosiologi Hukum. http://underpapers.blogspot.com. Diakses pada: Selasa, 24 Juli 2018