Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Makalah Islam dan Tantangan Modernitas - Free Download Makalah Gratis



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagaimana yang diyakini oleh banyak pakar, bahwa dunia ini tanpa terkecuali sedang mengalami the grand process of modernization. Menurut ajaran Islam, perubahan adalah bagian dari sunnatullâh dan merupakan salah satu sifat asasi manusia dan alam raya secara keseluruhan. Maka suatu kewajaran, jika manusia, kelompok masyarakat dan lingkungan hidup mengalami perubahan. Hal ini senada dengan yang dinyatakan oleh Scott Gordon tentang progress, di mana segala sesuatu itu mengalami evolusi, perpindahan atau perubahan. “All must change, to something new and to something strange”.

***
Download Makalah Islam dan Tantangan Modernitas
***

Modernisasi selalu melibatkan globalisasi dan berimplikasi pada perubahan tatanan sosial dan intelektual, karena dibarengi oleh masuknya budaya impor ke dalam masyarakat tersebut. Menurut Boeke, ketika budaya impor yang unsur-unsurnya lebih maju, berwatak kapitalis, berhadapan dengan budaya lokal yang berwatak tradisional, terjadi pergulatan antara budaya luar dengan budaya lokal. Pertarungan kedua budaya tersebut tidak selalu berakhir dengan model antagonistik, tetapi unsur yang tersisih akhirnya tidak berfungsi dan digantikan oleh unsur baru yang kemungkinan besar dimenangkan oleh unsur impor. Biasanya, unsur lokal berangsur-angsur menurun dan tidak lagi diminati oleh masyarakat tradisional. 

Selain masuknya budaya asing, globalisasi juga tidak bisa dilepaskan dari persoalan sekularisasi. Globalisasi dan sekularisasi seakan-akan merupakan satu paket yang terjadi di dunia Barat dan Timur. Konsekuensinya, ajaran dan dogmatisme agama, termasuk Islam, yang semula sakral sedikit demi sedikit mulai dibongkar oleh pemeluknya, yang pandangannya telah mengalami perkembangan mengikuti realitas zaman. Agama pada dataran itu pun akhirnya menjadi profan, sehingga sangat tepat jika munculnya modernisasi seringkali dikaitkan dengan perubahan sosial, sebuah perubahan penting dari struktur sosial (pola-pola perilaku dan interaksi sosial).

B. Rumusan Masalah

  1. Apa itu Islam dan Tantangan Modernitas?
  2. Bagaimanacara Memahami Makna Islam dan Modernisasi?
  3. Apa dampak dari Dampak Modernisas?




BAB II
PEMBAHASAN

A. Islam dan Tantangan Modernitas
Dalam era modern umat Islam sering dihadapkan pada sebuah tantangan, di antaranya adalah menjawab pertanyaan tentang di mana posisi Islam dalam kehidupan modern, serta bentuk Islam yang bagaimana yang harus ditampilkan guna menghadapi modernisasi dalam kehidupan publik, sosial, ekonomi, hukum, politik dan pemikiran.

Clifford Geertz menyatakan bahwa dalam menghadapi dunia modern, sikap orang bisa bermacam-macam. Ada yang kehilangan sensibilitas mereka, ada yang menyatu ke dalam ideologi penjajah atau sekedar mengadopsi kreasi impor, ada yang mengambil jarak dengan penuh waspada atau menjadikan beberapa tradisi bentuk yang lebih efektif.

Perbedaan sikap di atas karena Islam sebagai agama yang diturunkan di tengah bangsa Arab kemudian diadopsi oleh masyarakat non-Arab dengan kultur yang berbeda, sehingga dalam memahami ajaran Islam mereka pun akhirnya memiliki perbedaan. Dari itu muncul banyak corak Islam, ada Islam Iran, ada Islam Indonesia, ada Islam Afrika, yang masing-masing varian merepresentasikan dimensi budayanya. 

Dari cara pandang yang berbeda tersebut, di dunia Islam muncul berbagai macam bentuk pemikiran ideologis, antara kelompok yang memandang Islam sebagai model dari sebuah realitas (models of reality) dan kelompok yang memandang Islam sebagai model untuk sebuah realitas (models for reality). Yang pertama mengisyaratkan bahwa Agama adalah representasi dari sebuah realitas, sementara yang kedua mengisyaratkan bahwa Agama merupakan konsep bagi realitas, seperti aktivitas manusia.

B. Memahami Makna Islam dan Modernisasi

Istilah modernitas berasal dari kata modern yang secara bahasa berarti baru, kekinian, akhir, up-todate atau semacamnya. Bisa dikatakan sebagai kebalikan dari lama, kolot atau semacamnya. Esensi modernisasi, menurut sebagian ahli, adalah sejenis tatanan sosial modern atau yang sedang berada dalam proses menjadi modern. Bagi ahli lain, esensi modernisasi ditemukan dalam kepribadian individual. Istilah modern juga bisa berkaitan dengan karakteristik. Oleh karena itu, istilah modern ini bisa diterapkan untuk manusia dan juga untuk yang lainnya.

Sedangkan bagi sebagian pimpinan muslim, modern diistilahkan sebagai sikap untuk mengikuti model barat di bidang pendidikan, teknologi, dan industri. Modernisme juga berarti ide-ide impor tentang sekularisme,sosialisme dan industrialisasi. Isu sentral dari modernisasi di bidang pemikiran islam adalah mengharmonikan keyakinan agama dengan pemikiran modern. Lebih jauh lagi bisa dikatakan bahwa modernisasi menekankan pada kemajuan (progressive), ilmiah (scientific), rasional.

Dari istilah “modern”, kemudian lahirlah istilah-istilah lain, seperti: “modernisme”, “modernitas”, dan “modernisasi”. Pada prinsipnya Islam secara tautologis tidak mengenal label-label apapun, seperti adanya penyebutan Islam tradisional, Islam modern dan bahkan Islam liberal. Islam sejatinya ya Islam yang bisa dipahami secara rasional dan berlaku di tempat mana pun. Namun, ketika Islam bersentuhan dengan pemahaman umat yang begitu beragam, lalu muncul label-label Islam yang sesungguhnya berakar pada bagaimana melihat Islam itu sendiri. Persoalannya adalah bagaimana memahami Islam itu berkecakupan luas, agar tidak terjebak pada pelabelan Islam yang cenderung ada kesan pengkotakan itu.

Dalam hal ini, Islam tidak bisa didefinisikan sekadar dalam batas-batas formal. Lebih dari itu, Islam harus dipahami sebagai ajaran yang memiliki prinsip nilai-nilai universal yang membutuhkan realisasi dalam realitas konkrit. Pemahaman ini semakin meneguhkan keyakinan bahwa Islam bagaimanapun tidak bisa lepas dari gejala-gejala modernitas. Sebab, jika Islam dipisahkan dari persinggungan dengan kondisi riil yang berkembang di suatu konteks sosial, tentu sangat mustahil dan bahkan mungkin tidak akan pernah terjadi dalam dunia sejarah. Maka jalan satu-satunya agar Islam tidak selalu tertinggal adalah menampilkan corak penafsiran baru. Pertama, penafsiran Islam yang non-literal, substansial, kontekstual, dan sesuai dengan peradaban Islam yang sedang berkembang. Kedua, model penafsiran yang memisahkan unsur-unsur yang merupakan hasil kreasi budaya setempat, dan unsur-unsur yang merupakan nilai-nilai fundamental atau prinsip-prinsip abadi. Ketiga, umat Islam hendaknya tidak memandang dirinya sebagai “masyarakat” atau “umat” yang terpisah dari golongan lain.

Islam dan modernitas sesungguhnya memiliki jalinan satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Kendati Islam dan modernitas merupakan dua hal yang berbeda, tetapi dalam perjalanannya satu sama lain tidak dipahami secara terpisah. “Modernisasi” dipahami sebagai suatu pendekatan untuk memahami Islam agar bersentuhan dengan penemuan mutakhir manusia dibidang ilmu pengetahuan sebagai akibat “modernitas”. Islam dan modernitas dalam tingkat pemahaman menjadi sesuatu yang integral dan tidak untuk dipertentangkan, melainkan satu sama lain untuk saling melengkapi. Yang dimaksud Islam memiliki cakupan rahmatan lil ‘alamin, adalah bahwa Islam harus bisa ditampilkan dalam konteks zaman mana pun, dan dapat menyelamatkan siapa saja. Apabila Islam jika tidak disandingkan dengan gejala modernitas, maka akan mengalami krisis, dan bahkan kejemuan seiring dengan munculnya tantangan dunia modern yang tak dapat dibendung. Krisis ini begitu sangat dirasakan, karena Islam mengemban tugas untuk selalu memberikan jawaban secara tuntas.

C. Dampak Modernisasi
a). Dampak Modernisasi terhadap Nilai-nilai Islam
Situasi dan kondisi kehidupan manusia, hubungan antar bangsa(internasional, global) di berbagai bidang, yakni politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam, yang kita persaksikan dewasa ini, yang dinamakan   dunia maju atau modern, pada hakikatnya adalah hasil perkembangan dan pengaruh, bahkan persaingan dan pertarungan antar isme-isme dan berbagai pandangan hidup yang disebutkan terdahulu.

Jadi adalah benar jika dikatakan bahwa nilai-nilai serta pandangan-pandangan hidup itu sangat erat hubungannya, bahkan sangat mempengaruhi keberadaan moral, adab, akhlak, dan perilaku manusia. Tetapi karena nilai-nilai dan pandangan hidup itu tidak sama, maka pancarannya dan pengalamannya dalam bentuk perilaku hidup pun menjadi tidak sama. Dalam ketidaksamaan itu berlangsung pula proses persaingan dan berlomba untuk mempengaruhi pola pikir dan perilaku hidup manusia penghuni bumi ini. Pengaruhnya sangat besar pada kehidupan manusia baik sifatnya jasmaniah maupun rohaniah(fisik, dan mental, materiil dan spiritual). Sehingga Modernism yang cenderung bersifat westernisasi akan sangat berdampak negatif bagi umat Islam yang mudah terpengaruh belum kuat imanya.  

Seperti pengaruhnya dalam hal budaya atau norma-norma agama karena Kultur orang barat berbeda dengan orang Islam, mereka minum alkohol, pergi ke diskotik, mempunyai hubungan diluar nikah dan lain sebagainya. Bagi muslim yang tidak menerima sistem kelas asli, meraka akan cenderung menirunya, faktor pendidikan dan berkembangnya pemikiran/ pandangan seperti pada perubahan pandangan akan mencuci otak pikiran mereka hingga mereka menerima kebiasaan-kebiasaan orang barat dan menjadikannya hal biasa.

Ciri yang lain wilayah kota merupakan sentral bagi posmodernisme. Kota adalah tempat dimana setiap individu dengan leluasa berkembang, namun kota kadangkala menindas dengan penciptaan lingkunagan sosialnya yang bersifat keras, individual. Kekerasan di kota melahirkan kehidupan tanpa keadilan, kehidupan individualistik, kehidupan yang dipenuhi dengan kesibukan dimana harta dan teknologi telah menjadi Tuhan mereka, kehidupan yang serba maju sehingga tanpa uang semuanya sulit untuk berjalan, hal ini akan menciptakan suatu ketidak harmonisan bagi individu, tingkat perceraian yang tinggi, alkoholisme dan panyalahgunaan obat dll.

Dampak modernisasi yang berupa sekularisasi nampak sekali di Barat, dengan kecanggihan teknologi dan ilmu pengetahuan seolah manjadi agama baru, sehingga banyak diatara mereka memperTuhan-kanya. Karena modernism, posmodernisme menekankan pada kemajuan.

Dari buku yang penulis baca, dapat dinyatakan bahwa tantangan yang dihadapi oleh dunia muslim di era globalisasi  ada dua hal, yakni ynag bersifat subyektifdan yang bersifat obyektif . Yang bersifat subyektif berasal dari perasaan terasing yang sedemikain mendalam terhadap kebudayaan sendiri, sebagai akibat dominasi budaya barat yang berlangsung sedemikian lama. Perasaan terasing ini nampak jelas dalam rasa rendah diri, dalam sikap agresif terhadap orang lain, dan dalam sukarnya mencari kesepakatan untuk bertindak. 

Sedangkan masalah obyektif disebabkan oleh banyaknya kaum elit berpendidikan barat yang berkuasa di Negara kita untuk menjalankan dan mengandalkan lembaga-lembaga budaya warisan barat. Kelompok ini telah dididik jauh untuk melaksanakan tugas-tugas atau tujuan tertentu, dan mereka memiliki ketrampilan yang memadai dan memanipulasi lembaga-lembaga imperial agar bekerja sesuai dengan kehendak penjajah. Imperialism budaya barat telah berhasil mempengaruhi dan menggerogoti keyakinan, nilai-nilai, sikap dan etika.

Globalisasi selalu digembar gemborkan oleh para aktornya sebagai sesuatu yang menguntungkan karena menghasilkan kemakmuran dunia dan hanya menguntungkan negara-negara industri kaya. Sementara hanya sedikit negara berkembang yang mendapatkan manfaat globalisasi.  Bagi umat Islam, globalisasi memang sangat berbahaya. Sebab umat Islam tidak hanya merasakan bahayanya dari sudut ekonomi, seperti kemiskinan, namun juga bahayanya secara ideologi, yakni terancamnya orisinalitas ajaran Islam. 

Di Indonesia sendiri sekarang telah terkena pengaruh westernisasi, seks bebas terjadi dimana-mana, hal ini akan merusak citra nilai agama, dan Negara Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
B). Dampak Modernisasi terhadap Konsepsi Hukum Islam
Hukum Islam adalah hukum yang dibuat untuk kemaslahatan hidup manusia dan oleh karenanya hukum Islam sudah seharusnya mampu memberikan jalan keluar dan petunjuk terhadap kehidupan manusia baik dalam bentuk sebagai jawaban terhadap suatu persoalan yang muncul maupun dalam bentuk aturan yang dibuat untuk menata kehidupan manusia itu sendiri. Hukum Islam dituntut untuk dapat menyahuti persoalan yang muncul sejalan dengan perkembangan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan pentingnya mempertimbangkan modernitas dalam hukum Islam. Oleh karena hukum Islam hidup di tengah-tengah masyarakat dan masyarakat senantiasa mengalami perubahan maka hukum Islam perlu dan bahkan harus mempertimbangkan perubahan (modernitas) yang terjadi di masyarakat tersebut.

Yusuf al-Qardhawy secara tegas mengungkapkan bahwa semenjak terjadinya perubahan pesat dalam segala lini kehidupan dan perkembangan sosial sebagai hasil dampak dari revolusi industri, maka ijtihad jika dikatakan dibutuhkan di setiap zaman, pada zaman modern ini lebih dibutuhkan dibandingkan pada zaman-zaman sebelumnya. Menurutnya, adalah suatu kebutuhan yang mendesak pada masa sekarang ini untuk membuka kembali pintu ijtihad. Pintu intihad ini, lanjut Qardhawy, dibukakan oleh Rasulullah saw, maka tiada seorang pun yang berhak menutupnya selain beliau. Hal ini mengandung pengertian bahwa setiap orang Islam bertugas tidak hanya membuka pintu intihad tersebut melainkan harus benar-benar melaksanakan ijtihad tersebut.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam menghadapi modernitas sebagai tantangan terberat bagi siapa saja, Islam harus memiliki watak ganda; pada satu sisi, sebagai perwujudan hukum Tuhan ia harus mampu mengakomodasi atau bersikap akomodatif terhadap tuntutan zaman. Watak pertama menuntutnya untuk mampu membentuk tata kehidupan masyarakat. Watak kedua menuntutnya untuk dapat dipengaruhi masyarakat supaya tidak ketinggalan zaman.

D. Orientasi Pemikiran Ideologis Dampak dari Modernisasi
Jika kita teliti lebih cermat secara global, dalam kaitannya dengan sikap yang dimunculkan untuk menghadapi modernisasi, di kalangan umat Islam Indonesia terdapat empat orientasi pemikiran ideologis yang dianggap mewakili kelompok-kelompok yang ada: tradisionalis-konservatif, radikal-puritan (fundamentalis), reformis-modernis, dan sekuler-liberal.

Kelompok tradisionalis-konservatif adalah mereka yang menentang kecenderungan pembaratan (westernizing) yang terjadi pada beberapa abad yang lalu atas nama Islam, seperti yang dipahami dan dipraktekkan di kawasan-kawasan tertentu. Kelompok ini juga ingin mempertahankan beberapa tradisi ritual yang diperaktekkan oleh beberapa ulama’ salaf. Para pendukung orientasi ideologis semacam ini bisa ditemukan khususnya di kalangan penduduk desa dan kelas bawah.

Kaum radikal-puritan adalah kelompok yang juga menafsirkan Islam berdasarkan sumber-sumber asli yang otoritatif, sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan kontemporer, tapi mereka sangat keberatan dengan tendensi modernis untuk membaratkan Islam. Kelompok ini melakukan pendekatan konsevatif dalam melakukan reformasi keagamaan, bercorak literalis, dan menekankan pada pemurnian doktrin (purifikasi). Kelompok ini juga bisa disebut sebagai kelompok fundamentalis, meskipun ada yang menolak penyebutan tersebut, dengan alasan bahwa kelompok fundamentalis lebih keras dalam menolak pembaratan dan lebih bersikap konfrontasional dibandingkan kelompok di atas, lebih-lebih kelompok fundamentalis lebih cenderung untuk menjadikan Agama sebagai doktrin politik dalam kehidupan bermasyarakat.

Bagi kelompok radikal-puritan ini, syari’ah memang fleksibel dan bisa berkembang untuk memenuhi kebutuhan yang terus berubah, tetapi penafsiran dan perkembangan harus dilakukan melalui cara Islam yang murni. Maka mereka mengkritik gagasan-gagasan dan praktek-praktek kaum tradisional, dan menganggapnya sebagai suatu hal yang bid’ah. Ibn Taymiyyah, tokoh yang meninggal pada tahun 1328, adalah tokoh intelektual pemikiran fundamentalis. 

Sebuah gerakan pemikiran bercorak radikal-puritan ini pernah muncul pada abad ke-18, di Najd (sekarang Saudi Arabia), bernama Wahhabiyyah, di bawah pimpinan Muhammad bin ‘Abd al Wahhab (1703-1787), seorang teolog, yang mengikuti gaya Ahmad bin Hanbal, dan Ibn Taymiyyah, dalam memahami al Qur’an secara literal. Gerakan Wahhabiyyah adalah gerakan yang muncul pada saat terjadinya degradasi moral masyarakat Islam, mengajak untuk kembali kepada ajaran Islam murni, memberantas segala bentuk peraktek yang dianggap menyimpang dari ajaran murni Islam, mengajak untuk mereformasi pandangan-pandangan keagamaan tradisional yang menganggap bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Mereka menyatakan anti-intelektualisme, teturama filsafat. 

Gerakan lain yang bercorak semacam ini adalah Jama’at Islam di Pakistan dengan tokohnya Abu A’la al-Maudûdî (1903-1979), Ikhwanul Muslimin di Mesir, dengan tokonya Hassan al-Banna dan Seyyed Qutb (1906-1966). dan Muhammadiyyah di Indonesia, dengan tokohnya K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923),meskipun pada akhirnya, kelompok yang disebut terakhir ini cenderung menjadi kelompok yang reformis-modernis. Menurut penelitian, munculnya beberapa kelompok radikal adalah karena kehidupannya yang jauh dari kehidupan modern. Sebagai contoh, penganut Khawarij, adalah mereka yang hidup di gurun, nomaden. Wahhabiyyah, muncul pada masa sebelum masuknya modernisasi di dunia Arab, bahkan ia disebut sebagai kelompok yang muncul di suatu wilayah yang tidak pernah disentuh oleh dunia luar, Najd. Muhammad bin ‘Abd al-Wahhab, tokohnya, muncul pada abad sebelum modern (pre-modern), sebelum adanya pengaruh industrialisasi dari Barat. Dari itu, secara kultural Wahhabiyyah muncul sebagai gerakan yang merepresentasikan bentuk primitif.

Kelompok reformis-modernis adalah kelompok yang memandang Islam sangat relevan untuk semua lapangan kehidupan, publik, dan pribadi. Bahkan mereka menyatakan bahwa pandangan-pandangan dan praktek tradisional harus direformasi berdasarkan sumber-sumber asli yang otoritatif, yakni al Qur’an dan al Sunnah (purifikasi Agama), dalam konteks situasi dan kebutuhan kontemporer. Pemikiran Islam modern ini merupakan pemikiran yang memiliki kecenderungan untuk mengambil beberapa pemikiran Barat yang modern, rasional bahkan liberal.Atau menafsirkan Islam melalui pendekatan rasional untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman.

Kelompok modernis ingin menjadikan Agama sebagai landasan dalam menghadapi modernitas. Menurutnya, Agama tidak bertentangan dengan perkembangan zaman modern, sehingga mereka ingin menginterpretasikan ajaran-ajaran Agama sesuai dengan kebutuhan modern.Mereka menyatakan bahwa tidak ada pertentangan antara Islam dan modernitas. Menurut mereka, hukum Islam tidak baku, tapi harus dirubah sesuai dengan situasi sosial yang sedang berkembang. Kelompok ini ada yang menyebutnya sebagai neo-mu’tazilah, karena pemikiran Mu’tazilah yang rasional memiliki peran dalam membentuk pola berpikirnya kelompok ini.

Kelompok sekuler-liberal adalah mereka yang memandang bahwa jalan untuk mereformasi masyarakat adalah dengan menyerahkan atau membatasi segala urusan Agama dan ritual kepada personal dan menegaskan kekuatan logika dalam kehidupan publik. Kelompok ini dipengaruhi oleh ideologi Barat terutama paham nasionalisme.Meskipun komunitas Islam di dunia ini sangat beragam, di sana hanya ada satu Islam, yang beragam hanya bentuk interpretasi dari masing-masing pemeluknya terhadap ajaran Islam itu. Sifat tradisional dari sebuah Agama adalah bahwa ia dimanifestasikan dalam kecenderungannya kepada Yang Maha Kuasa, yang didasarkan pada kesatuan tentang Yang Maha Suci, dan memandang tuhan sebagai sesuatu yang tidak bisa berubah dari dulu sampai sekarang.




BAB III
KESIMPULAN


1 Dalam era modern umat Islam sering dihadapkan pada sebuah tantangan, di antaranya adalah menjawab pertanyaan tentang di mana posisi Islam dalam kehidupan modern, serta bentuk Islam yang bagaimana yang harus ditampilkan guna menghadapi modernisasi dalam kehidupan publik, sosial, ekonomi, hukum, politik dan pemikiran

2. Islam dan modernitas sesungguhnya memiliki jalinan satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan, Islam dan modernitas dalam tingkat pemahaman menjadi sesuatu yang integral dan tidak untuk dipertentangkan, melainkan satu sama lain untuk saling melengkapi. Yang dimaksud Islam memiliki cakupan rahmatan lil ‘alamin, adalah bahwa Islam harus bisa ditampilkan dalam konteks zaman mana pun, dan dapat menyelamatkan siapa saja

3. Modernisasi juga mempunyai dampak terhadap Nilai-nilai Islam dan terhadap Konsepsi Hukum Islam

4. Jika kita teliti lebih cermat secara global, dalam kaitannya dengan sikap yang dimunculkan untuk menghadapi modernisasi, di kalangan umat Islam Indonesia terdapat empat orientasi pemikiran ideologis yang dianggap mewakili kelompok-kelompok yang ada: tradisionalis-konservatif, radikal-puritan (fundamentalis), reformis-modernis, dan sekuler-liberal.



DAFTAR PUSTAKA

Hammis Syafaq. 2009. Masyarakat Islam Dan Tantangan Modernisasi. http://pesantren-iainsa.blogspot.com/2009/02/normal-0-false-false-false.html. Diakses pada: Sabtu, 30 Juni 2018

Tim penyusun MKD IAIN Surabaya Ampel Surabaya. 2012. Pengantar Studi Islam. hal, 119.

Obbrow Venus. 2012. Makalah Tentang Dinamika Islam dan Budaya Jawa dalam Menghadapi Modernisasi. http://kumpulan-makalah-dan-artikel.blogspot.com/2012/06/makalah-tentang-dinamika-islam-dan.html. Diakses pada: Sabtu, 30 Juni 2018

. 2012. Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai Agama Islam. http://belajarnhiburan.blogspot.com/2012/04/pengaruh-globalisasi-terhadap-nilai.html. Diakses pada: Sabtu, 30 Juni 2018

http://www.pa-wonosari.net

Jondra Pianda, S.Sy. 2012. Pengaruh Modernisasi terhadap Konsepsi Hukum Islam. http://jondrapianda.blogspot.com/2012/04/pengaruh-modernisasi-terhadap-konsepsi.html. Diakses pada: Sabtu, 30 Juni 2018


Tim penyusun MKD IAIN Surabaya Ampel Surabaya. 2012. Pengantar Studi Islam. hal, 126


Tim penyusun MKD IAIN Surabaya Ampel Surabaya. 2012. Pengantar Studi Islam. hal, 128

Tim penyusun MKD IAIN Surabaya Ampel Surabaya. 2012. Pengantar Studi Islam. hal, 130

Ahmad Misbahul Munir, Niatur rahmah. 2012. Islam Dan Tantangan Modernitas.
https://4shared.com. Diakses pada: Minggu, 24 Juni 2018

Istavita Utama. 2018. Makalah Islam Dan Tantangan Modernitas. https://underpapers.blogspot.com. Diakses pada: Sabtu, 30 Juni 2018


Download Makalah Islam dan Tantangan Modernitas

>>DOWNLOAD<<

Cara Download File